(Arief Saefurrohman – XI Bahasa - SMAN 1 Cileunyi)
Ada
keindahan di setiap gerak-geriknya, kedip matanya, suaranya yang sejuk, mata
yang redup, jari-jarinya yang lentik, langkah kucingnya yang manis, lesung di
kedua pipinya, merah pipinya tersinari cahaya matahari, sungguh keindahan
sempurna.
Panggil
saja aku Merkurius, dan dia Neptunus, sejauh itulah jarak hatiku dan hatinya.
Neptunus adalah emas, dan aku hanyalah loyang tak berguna, aku bagaikan pungguk
yang merindukan bulan, aku sudah menyimpan rasa untuknya, sejak kelas VII, dan
sekarang aku duduk di bangku kelas XI, selama itu aku mencari waktu yang tepat
untuk mengatakan perasaanku, sampai kapan aku akan menyimpan perasaan ini?
Mungkin batasnya adalah sampai janur kuning melengkung di depan rumahnya, dan
setelah mimpi buruk itu terjadi, ambang pintunya pun tak akan bisa diganti
lagi.
Neptunus
adalah gadis kebanggaan sekolah, dia bagaikan mesin sekolah, dia memenangkan
olimpiade-olimpiade besar, bahkan kejuaraan internasional pun dia pegang, sungguh
gadis mustahil. Dan aku? Siapa aku? Aku hanyalah anak muda yang numpang duduk
saja, hanya masuk sekolah untuk menebus absen agar ijazah bisa didapat diakhir
tahun nanti.
Seminggu
yang lalu, aku sudah berjanji, bahwa aku akan menyatakan perasaanku yang
sesungguhnya pada dia, apa yang akan aku dapatkan? Sebuah jawaban, iya atau
tidak. Jawabannya tidaklah penting bagiku, karena yang terpenting adalah aku
telah jujur padanya, juga pada diriku sendiri. Dan sekarang, seminggu itu sudah
datang, aku akan menyatakan perasaanku dengan surat cinta dan coklat. Ya, aku
tahu itu cara lama, dan aku adalah orang yang menyukai cara lama. Pada jam
istirahat kedua, aku berjanji akan menyatakan perasaanku padanya menggunakan
dua benda jadul itu. Rasanya lama sekali bel jam istirahat kedua berbunyi,
ditambah pelajaran matematika yang sangat tidak aku sukai ini, pertanyaannya
adalah, memangnya siapa yang suka matematika? Hanya 30% orang di dunia ini
tidak suka matematika, sisanya sangat tidak suka matematika. Tiba-tiba kelas
hening, semua pasang mata di kelas tertuju padaku, termasuk guru matematika
yang galaknya melebihi anjing doberman terlatih milik militer, kemudian bibir
bawah dan atas guru itu bergerak diikuti rangkaian suprasegmental yang tidak
aku sukai, “Merkurius, mau kah kamu mengerjakan pekerjaan rumah no. 5?” itu
sebuah pertanyaan, sebenarnya sama sekali bukan pertanyaan, tapi hanyalah
perintah halus garing yang paling tidak aku sukai. “Ya, pak! Tentu saja.”
Jawabku dengan tenang, aku bersyukur karena dari 10 soal pekerjaan rumah, hanya
nomor 2, 3,5, dan 8 saja yang aku kerjakan. Soal nomor 5 dapat aku selesaikan
dengan cepat.
Tidak
lama kemudian, bel jam istirahat pun berdering, semua kelas bersorak bahagia,
karena akhirnya mereka dapat keluar dari situasi yang tak seorang pun
menyukainya. Aku bergegas membawa coklat dan surat yang akan aku pakai untuk
menyatakan perasaanku pada dia. Aku mengambil nafas dalam-dalam, untuk membuat
diriku tenang, aku pun memberanikan diri agar tidak adak kecanggungan diantara
kami.
***
“Hai!
Boleh aku...” aku sudah berada di hadapannya, dan baru kata ‘Hai’ dan sebuah
pertanyaan menggantung saja yang kuucapkan. Sesosok lelaki berpostur tegak,
datang menghampiri aku, dan Neptunus, kita panggil saja dia Asteroid. Ya,
Asteroid, dia lah benda angkasa yang tidak berguna yang harus dimusnahkan.
“Hai,
sayang! Dia siapa?” ujar Asteroid pada Neptunus. Sebentar, sayang? Mungkinkah
dia?
“Entah,
dia datang menghampiriku, dan dia ingin mengatakan sesuatu. Hai! Ada apa? Tapi
maaf, kamu siapa ya?” Dia menjawab pertanyaan Asteroid dilanjutkan melemparkan
pertanyaan padaku.
“Hai,
a..a..aku Merkurius. Aku ha..ha..hanya ingin mengatakan b..b..bahwa... kalau
ada informasi tentang perlombaan beritahu aku. Aku dari kelas XI Bahasa 6. Itu
saja, terima kasih.” Jawabku. Sulit sekali untuk mengatakan bahwa aku suka
padanya, aku kembali ke kelas dengan ekspresi datar. Aku melupakan sesuatu,
bahwa di belakang gadis yang hebat, pasti selalu ada penyemangat hebat juga.
Tapi, bisakah aku menjadi penyemangat itu? Pertanyaannya adalah, pantaskah aku
menjadi penyemangat itu?
Sejak
saat itu, dia sering memberikan informasi padaku tentang perlombaan-perlombaan,
baik nasional maupun internasional. Neptunus dan aku menjadi sering
berkomunikasi karena hal itu, aku sangat senang akan hal itu.
“Merkurius,
ada perlombaan cipta puisi yang diadakan pemerintah tingkat nasional”
Neptunus-17.45
“Wah!
Benarkah? Baik, terima kasih informasinya” Merkurius-17.45
“Hai,
Merkuri, aku butuh seseorang untuk mendengarkan curhatku.” Neptunus-22.49
“Aku
akan senang menjadi telinga kananmu!” Merkurius-22.49. Percakapan di obrolan
itu adalah bukti konkret bahwa aku dan Neptunus semakin dekat. Dia selalu
curhat padaku tentang hubungannya, bahkan akhir-akhir ini dia sering bercerita
bahwa dia hampir putus dengan pacarnya. Ya, Asteroid itu adalah pacarnya. Aku
pun sering memberikan solusi-solusi yang kuat untuk mempertahankan hubungan
mereka. Tapi, sekuat itukah aku, mendukung orang yang aku sayang agar tetap
bersama orang lain? Tapi cinta tidak harus memiliki, cukup melihatnya bahagia
dari jauh pun sudah aku anggap itu cinta.
***
Aku
sedang mempersiapkan diri, fisik dan mental ku untuk perlombaan cipta puisi 3
hari lagi. Aku sudah meminta Neptunus untuk hadir disana, dan dia bersedia
untuk datang. Selama 2 hari terakhir pun dia sering membantuku saat aku dalam
keadaan yang sulit. Selama itu juga, dia semakin sering menceritakan bahwa dia
dan Asteroid sudah lama tidak ada komunikasi.
“Merkuri!
Aku mau pergi ke mal dengan teman-temanku, mau gabung?” Dia memberiku undangan
itu, pantaskah aku untuk menolak?
“Maaf
Neptune, aku harus berlatih untuk puisi ku. Maaf sekali!” aku menjawab dengan
nada penyesalan.
“Oke,
tidak usah dipikirkan! Semangat!” Dia memberiku semangat? Benarkah itu? Gadis
pujaanku mengucapkan kata semangat tetap dihadapanku. Gadis mustahil.
Hari
itu pun datang, aku sudah mempersiapkan diri untuk cipta puisi, sebelum acara
dimulai, aku mencari-cari Neptunus, tetapi dia tidak ada. “Sial, ponselku mati
lagi.” Aku menggerutu dalam hati, karena sialnya ponsel ku mati.
Aku
telah berjuang untuk hal ini, sangat banyak pengorbanan waktu dan tenaga.
Perlombaanpun dimulai.
Akhirnya,
selesai juga. Sekarang tinggal menunggu pengumuman pemenang.
“Baiklah!
Saatnya untuk pengumuman perlombaan!” Pewara sudah siap mengumumkannya.
“Juara
Cipta Puisi Nasional 2015 adalah, Matahari!” Ternyata bukan aku, sedih karena
bukan aku juaranya, marah, karena banyak sekali pengorbanan untuk hal ini,
kesal karena aku tidak melihat Neptunus di sini. Tiba tiba, 5 jari dan satu
tangan menepuk pundakku, tangan yang sangat halus, aku memutar tubuhku ke arah
tangan itu, kulihat Neptunus dihadapanku, sangat dekat. Banyak sekali getaran
yang aku rasakan. Dia memelukku dan berkata, “Tidak apa, ini hanyalah
perlombaan kecil.” Ujarnya, “Baiklah, terima kasih. Asteroid mana?” tanyaku
heran. “Aku putus dengan Asteroid” sambungnya. Dia putus dengan Asteroid? Apa
yang harus aku lakukan? Memberinya cinta yang baru, atau apa?
“Kamu..k..k..kamu
Putus?” tanyaku.
“Ya,
aku putus. Tapi tidak apa, karena aku mempunyai teman yang sangat baik
sepertimu.” Jawab dia.
“Baiklah.
Ada yang ingin aku katakan dari sejak awal aku berbicara pada mu.”
“Apa
itu?” tanya nya.
“Sebenarnya,
aku suka kamu. Kamu adalah setiap keindahan yang aku inginkan, yang aku cinta,
kamulah yang membuat aku merasakan debaram aneh di dada, kamulah keindahan
sempurna itu.” Jawabku. Keadaan sesaat hening, sepasang bibir indah itu mencoba
mengucapkan sesuatu.
“Sebenarnya,
aku sudah menyukaimu sebelum aku jadian dengan Asteroid, aku sudah
memperhatikan mu sebelum waktu kamu datang padaku dan berbicara. Sebenarnya
kamu adalah sosok yang selalu kuinginkan.”
Aku
dan dia sebenarnya sudah saling suka sejak lama. Keindahan sempurna, inilah
keindahan sempurna itu. Keindahan yang tersembunyi didalam sebuah kegagalan.
Mungkin kita gagal pada suatu hal, tetapi kegagalan itu pasti selalu digantikan
oleh sesuatu yang lebih. Janganlah menyerah ketika kamu gagal dalam suatu hal,
karena keindahan selalu lebih kuat dari kegagalan. Merkurius dan Neptunus, aku
dan dia, sekarang bagaikan Bumi dan Mars, tidak ada Asteroid yang mengganggu.
Tamat